- Iftitah
Secara umum, studi al-Qur’an dapat diklasifikasikan menjadi tiga level studi. Pertama, studi tentang teks (al-Qur’an) dalam hubungannya dengan penulis (Allah). Kedua, studi tentang teks itu sendiri atau sejarah teks. Ketiga, studi tentang teks dalam hubungannya dengan realita masyarakat pembaca/penafsir terhadap teks al-Qur’an yang terekspresikan dalam produk-produk tafsir (Nur Ikhwan, 2003: 235).
Buku ini jelas ditulis dan menjadi tulisan yang menggarap studi tentang teks dan sejarah al-Qur’an, serta dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, keyakinan umat Islam tentang nilai sakralitas al-Qur’an dengan meyakininya sebagai titah suci yang datang dari Allah kepada Muhammad sebagai Rasul-Nya, tetapi fakta yang ada menjelaskan proses kesejarahan yang panjang dan berliku. Kedua, kenyataan yang jelas adanya relasi wahyu Tuhan yang ahistoris dengan penurunannya yang bersifat kesejarahan, sehingga muncul problematika otentisitas dari proses tersebut. Ketiga, jika dikatakan bahwa proses jam’u al-Qur’an lebih bersifat tawqify, tetapi mengapa tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat ini atau surat ini ditempatkan setelah atau sebelum ini dan itu. Serta ditemukannya beragam versi mushhaf di kalangan sahabat sendiri. Keempat, Sejarah al-Qur`an bagi mayoritas umat Islam ‘seolah-olah’ diyakini sebagai sejarah yang stabil, tanpa problem, adem ayem, dan penuh nuansa keajegan, padahal sejatinya ia diwarnai oleh problem-problem runyam dan mengalami retakan-retakan dalam proses kesejarahannya.
Oleh karenanya, pendekatan re-konstruksi di sini perlu dibaca sebagai membangun (ulang) serta mengotak-atik fakta dan tafsir sejarah al-Qur’an dalam pandangan para intelektual muslim maupun non-muslim/orientalis. Menyitir apa yang diungkapkan oleh Prof. Quraish Shihab dalam kata pengantarnya, bahwa buku ini sangat kaya akan rujukan, terutama dari karya-karya orientalis, sehingga hal itu menjadi keistemewaan tersendiri terhadap buku ini. Meski sisi kontroversialnya juga akan sengat terlihat pula.
- Sinopsis Buku
Uraian dalam buku ini dijabarkan dalam tiga bagian besar yang masing-masing bagian memiliki focus studi yang komprehensif, tetapi masih memiliki ketersinambungan dengan bagian yang lainnya. Penulis, dalam bagian pertama, memulai dengan al-Qur’an dan dimensi kesejarahan yang menyertainya. Dinyatakan di dalamnya bahwa, kondisi, situasi, tradisi serta tipologi masyarakat Arab pada pra-Islam setidaknya telah memberikan pengaruh terhadap pola redaksi al-Qur’an. Seperti pola serta sistem perniagaan yang telah menjadi tipologi kehidupan ekonomi masyarakat Arab telah teresap dalam redaksi al-Qur’an (h. 15-17). Selain itu, kehidupan sosial kaum Arab juga tercermin dalam al-Qur’an, semisal kehidupan pengembaraan serta corak paradigm materialis masyarakat Arab yang disebabkan oleh rasa pesimistik ala padang pasir (h. 18-19).
Selanjutnya, penulis juga mengkaji perihal asal-usul al-Qur’an serta sumber-sumber yang terindikasi diserap oleh al-Qur’an. Perlu diketahui pula, bahwa penulis dalam sub bahasan ini lebih banyak merujuk pada kajian-kajian orientalis. Uraian tersebut akhirnya juga akan berimbas kepada sistem pewahyuan yang ada dalam proses penurunan al-Qur’an. Akhirnya, penulis menjabarkan secara komprehensif perihal kronologi serta susunan al-Qur’an baik oleh ulama muslim maupun sarjana Barat.
Bagian yang kedua dari buku ini, menjelaskan tentang proses pengumpulan al-Qur’an mulai dari teks yang bersifat ucapan (oral text) menjadi teks yang bersifat tulisan (written text). Pada prinsipnya, jam’ al-Qur’an mempunyai dua arti, yakni: (a) menghafal, dan (b) mengumpulkan secara tertulis. Untuk pengertian kedua, tercatat ada tiga fase kesejarahan. Pertama, masa Rasulullah saw; kedua, masa Abu Bakr; dan ketiga, masa ‘Utsman. Adapun pada fase berikutnya (setelah masa Utsman), kodifikasi al-Qur’an hanya berkaitan dengan perbaikan al-Mushhaf (tahsin al-Mushhaf) atau pemeliharaannya saja. Sebagaimana studi kritis yang ada, buku ini tidak hanya memaparkan narasi sejarah pengumpulan yang umum diketahui oleh umat Islam, yakni dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Zaid bin Tsabit, Ustman bin Affan. Melainkan pula memunculkan tokoh-tokoh yang tidak sependapat dengan mereka, seperti Ibn Masud
Bagian ketiga berbicara tentang sejarah al-Qur’an pasca Mushhaf Utsmani, yang mana proses ini telah mencapai puncaknya pada abad 3 H/9 M. Dari sini kita dapat memahami bahwa komunikasi teks sepenuhnya telah final semenjak al-Mushhaf beredar dan menjadi pedoman/standar di perbagai penjuru dunia Muslim. Selain tahsin al-Qur’an, buku ini juga memaparkan secara detail perihal proses kesejarahan dari ilm qira’at al-Qur’an hingga terbentuknya tujuh ragam bacaan al-Qur’an yang masyhur dengan al-qira’at al-sab’ah.
- Pesan Dibalik Tuturan Penulis
Buku ini bisa dikategorikan sebagai buku pembanding yang menuturkan sejarah al-Qur’an dari sisi outsider. Nampaknya, penulis memposisikan diri sebagai penutur yang berusaha bersikap objekstf dengan mengacu pada standar ilmiah yang ada. Penulis, juga menyadari bahwa upaya rekontruksi bangunan sejarah al-Qur’an yang telah diyakini mapan oleh sebagian besar umat Islam belum sepenuhnya sempurna. Namun satu hal yang pasti yang kelihatannya muncul dalam diri penulis adalah bahwa sejarah kalam Tuhan ini masih sangat misteri dan perlu perenungan yang mendalam. Sehingga dibutuhkan effort yang lebih dari sekedar mengetahui kemudian meyakininya saja tanpa bersikap kritis terhadapnya. Karena hal ini akan berdampak pada sisi spiritualitas teks yang hendak diungkap guna menjadi pentunjuk bagi umatnya, dan bukankah itu tujuan pokok dari diturunkannya al-Qur’an?
- Catatan Akhir
- Setelah membaca sekilas buku ini, saya mendapatkan kesan kuat bahwa buku ini menggambarkan mengenai kondisi serta situasi sejarah al-Qur’an dalam rentang waktu: pra Islam-Islam (Muhammad)-mushhaf-pascamushhaf. Masa-masa itu adalah masa krusial dimana al-Qur’an telah terikat oleh nilai kesejarahannnya. Al-Qur;an telah turun dari yang semula adalah wahyu ahistoris menjadi wahyu historis yang selayaknya shalih li kulli zaman wa makan
- Apa yang kemudian penting bagi kita? Sebagai muslim, kita meyakini akan keotentikan al-Qur’an, nimimal kita meyakini apa yang kit abaca dan kita telaah saat ini adalah sebuah mushhaf yang meski terproses sedemikan rupa, namun itu tetap bersumber secara mutawatir hingga Rasul saw. sebagai kaum akademisi dan pemerhati studi al-Qur’an, bahwa apa yang kita tahu dari sejarah al-Qur’an ternyata ada retakan sejarah yang kita harus sikapi pula. Sehingga buku ini layak menjadi rujukan pembanding/setidaknya sebagai pembuka wawasan dalam tradisi intelektual kita
- Satu hal yang perlu dipahami bahwa, buku ini banyak merujuk karya-karya orientalis sehingga buku ini dikalangan umum “sekali lagi” dianggap sebagai buku yang “menyesatkan”. Namun satu hal yang perlu dipahami bahwa tidak semua orientalis dalam mengkaji turats memiliki niat yang kurang baik terhadap Islam. oleh karenanya, kita harus cerdas-cerdas bersikap terhadap orientalis. Bukankah hikmah/ilmu bagaikan barang mewah bagi umat Islam yang hilang, jika kalian menemukan dimanapun itu maka ambillah?
- Semoga bermanfaat, wa Allah A’lam bi al-Shawab…………..
ATA
Judul: Rekonstruksi Sejarah al-Quran
Penulis: Taufik Adnan Amal
Penyunting: Samsu Rizal Panggabean
Pengantar: Prof. Dr. M. Quraish Shihab
Desain sampul: Ujang Prayana
Tata letak: Priyanto
Genre: Sejarah
Ukuran: 15 x 23 cm
Tebal: 484 halaman
ISBN: 978-602-9193-34-3
Dr. Ahmad Tajuddin Arafat, Dosen FuHum UIN Walisongo, Semarang
Subcribe untuk berlangganan artikel selanjutnya.