Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah sepi dari para penduduk yang datang untuk bertamu. Mereka, terkadang ingin mengetahui dan mempelajari Islam lebih detail dari sang juru bicara Agama Islam yang paling utama, atau ingin mencari jawaban dari berbagai persoalan kehidupan yang dialami. Itulah yang menyebabkan Nabi sebagai sosok paling berpengaruh di Dunia karena peranannya dalam kehidupan masyarakat tidak hanya menyentuh aspek Agama.
Meskipun ada beberapa catatan sejarah bahwa Nabi menegaskan tidak dapat secara paripurna menyelesaikan persoalan dunia kecuali ada keterkaitan dengan Agama. Salah satu catatan sejarah itu adalah berita yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Nabi pernah berkata :”Kamu lebih mengetahui persoalan-persoalan duniawi dari pada beliau”. Hal itu diperkuat oleh berita yang diriwayatkan oleh Bukhari dengan adanya kalimat tambahan “akan tetapi jika itu adalah persoalan Agama, maka saya lebih mengetahui”.
Terlepas dari hal di atas, ada beberapa catatan sejarah yang membuktikan bahwa Nabi sangat bijak untuk menyikapi aduan persoalan yang diajukan oleh para penduduk Jazirah Arab. Meskipun persoalan-persoalan itu adalah permasalahan dunia dan sangat bersinggungan dengan Agama secara kuat dan langsung. Nabi SAW tetap bijak, bahkan tidak menjustifikasi hukuman itu secara langsung. Hal tersebut dikarenakan Nabi, selain melihat warganya baik secara psikologis maupun geografis, Nabi juga melihat permasalahan yang diajukan dengan dinamika masyarakat yang ada.
Kebijakan sikap Nabi atas melihat persoalan dan penanyanya terlihat dari berita yang dibukukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam karyanya Musnad bin Hanbal No. 21185. Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa suatu hari Nabi didatangi seorang pemuda yang meminta izin untuk berzina. Mendengarkan permintaan pemuda itu, Nabi tidak marah, tidak kecewa bahkan Nabi tidak menjawab dengan berbagai hukum yang berkaitan. Nabi juga tidak memberikan berbagai dalil al-Quran yang telah jelas membahas mengenai perzinaan.
Dalam hadis disebut, Nabi memerintahkan pemuda untuk lebih mendekat dan kemudian menjawab permintaan pemuda : “apakah kamu menyukai berzina dengan ibumu?” sang pemuda itu kemudian menjawabnya: “Tidak. Demi Allah wahai Rasul, semoga Allah menjadikanku sebagai penebus Tuan”, Nabi menjawabnya “Orang-orang juga tidak menyukai berzina dengan ibunya”. Percakapan antara Nabi dan pemuda kemudian diulang sampai Nabi menyodorkan anak, bibi, dan semua keluarganya yang memiliki kemungkinan untuk diajak berzina. Begitu pula jawaban sang pemuda itu sama dengan jawabannya ketika ditanya berzina dengan sang Ibu. Pada akhirnya, Nabi kemudian mendoakan sang pemuda : “Ya Allah, ampuni dosanya, bersihkan jiwanya dan jagalah kemaluannya”.
Kisah di atas sangat menarik. Hal tersebut sejauh pembacaan dan pemahaman penulis, Nabi SAW tidak menunjukkan amarah atau kekecewaan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh pemuda. Selain itu, Nabi juga tidak menceramahi pemuda dengan dalil-dalil al-Quran serta hukuman yang ada bagi pelaku perzinaan. Sikap yang ditunjukkan oleh Nabi, tentunya, membuat warga pada umumnya tidak akan malu untuk datang lagi jika ada permasalahan yang dihadapi. Hal itu dapat terjadi karena kehidupan manusia, tentunya, dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang bertentangan antara keinginan, kenyataan dan teori-teorinya.
Kisah di atas, seharusnya menginspirasi bagi semua tokoh figur lebih bijak, tenang dan simpatik terhadap para warganya. Dalam al-Quran sudah jelas bahwa Zina merupakan perbuatan tercela (Q.S al-Isra’: 32) yang masuk dalam visi-misi Islam untuk menghapus atau melarangnya. Begitu pula, hukumannya sudah dijelaskan sebanyak 100 kali cambukan (Q.S al-Nur: 2), meskipun pada tataran Hukum Islam, hukuman tersebut masih menjadi perdebatan dalam hal wujud dan penerapannya. Meskipun begitu, catatan penulis adalah apakah peristiwa di atas terjadi ketika dua ayat tentang zina sudah diterima oleh Nabi atau belum masih belum masuk analisa dalam tulisan sederhana ini.
Terlepas dari catatan penulis, jika mengambil pembelajaran dari kisah di atas, maka seyogyanya seorang publik figur lebih bijak dalam menyikapi semua fenomena yang ada dan datang kepadanya. Selain itu, salah satu pembelajaran bagi publik figur dalam menghadapi orang-orang seperti itu adalah teknik Nabi SAW dalam menyelesaikan persoalan. Permintaan izin berzina oleh pemuda, jelas, memposisikan pemuda sebagai subjek dan kemudian Nabi SAW membalik sang pemuda sebagai objek dari sebuah tindakan. Di samping itu, jika memaksakan pemuda sebagai subjek, maka objek dari perilakunya adalah orang-orang yang di sayanginya, seperti Ibu, anak, bibi dan anggota keluarganya.
Oleh : M. Achwan Baharuddin
Subcribe untuk berlangganan artikel selanjutnya.