Indonesia darurat terorisme!! Kalimat itu cocok menggambarkan kondisi Indonesia akhir-akhir ini.
Hal itu didasari pada fakta bahwa telah terjadi begitu banyak serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris di berbagai daerah. Sebenarnya apa yang melatarbelakangi para teroris melakukan aksinya ? Bagaimana kontribusi pemahaman agama terhadap aksi teror? Serta bagaimana sikap yang seharusnya kita tunjukkan terkait aksi teror yang terjadi di Indonesia?
Dalam artikel ini, penulis akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan tersebut dan mencoba memberikan gambaran mengenai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa itu makna dari terorisme.
Terorisme, menurut Muhammad Mustofa dalam Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi (2002), merupakan suatu tindakan kekerasan atau ancaman untuk melakukan tindakan kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal.
Tindakan teror dilakukan dalam rangka memaksakan kehendak kepada pihak yang dianggap lawan oleh kelompok teroris, agar kepentingan-kepentingan mereka diakui dan dihargai. Namun faktanya, kita mengenal aksi terorisme itu sebagai aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengklaim bahwa dirinya berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi kelompok-kelompok non-muslim, bahkan muslim sekalipun. Apakah mereka benar berjihad?
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di tiga Gereja di Surabaya mungkin cukup mengagetkan banyak pihak. Bagaimana mungkin seorang kepala keluarga mengajak seluruh anggota keluarganya untuk melakukan aksi bom bunuh diri? Bagaimana mungkin mereka yang berasal dari keluarga ekonomi bercukupan melakukan aksi bom bunuh diri? Mungkin dua pertanyaan tersebut banyak menghampiri sebagian masyarakat Indonesia. Padahal seperti yang telah kita ketahui bahwa biasanya aksi bom bunuh diri dilakukan oleh mereka yang berasal dari kelompok ekonomi bawah dan mengklaim adanya ketidakadilan dalam hidup.
Seperti yang telah diberitakan oleh berbagai sumber, bahwa sang pelaku aksi bom bunuh diri tersebut merupakan seorang pengusaha sukses di bidang perminyakan serta ketua dari Jamaah Anshar Ad-Daulah (JAD) Surabaya. Keluarga pelaku bom bunuh diri ini baru beberapa waktu yang lalu pulang dari Suriah yang diindikasi bahwa mereka pergi ke sana untuk belajar merakit bom yang digunakan untuk melancarkan aksinya tersebut. Mungkin alasan mengapa Dita (pelaku bom bunuh diri) ini melakukan aksinya dengan mengikutsertakan istri serta anak-anaknya adalah karena ia berkeyakinan bahwa dengan melakukan bom bunuh diri bisa masuk ke surga bersama dengan keluarganya tersebut.
Dalam rentang sejarah, aksi terorisme di Indonesia telah ada sejak zaman orde baru. Ni Putu Elvina Suryani dalam Interaksi Kondisi Domestik dan Situasi Internasional Masa Orde Baru sebagai Penyebab Aksi Terorisme di Indonesia (2012) menjelaskan bahwa kondisi domestik masa orde baru yang menjadi latar belakang lahirnya terorisme adalah atmosfer tekanan politik terhadap gerakan-gerakan politik yang dilakukan oleh rezim Soeharto.
Pada tahun 1985, misalnya, rezim Orde Baru menetapkan Undang-Undang (UU) yang mengharuskan semua partai politik dan organisasi kemasyarakatan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam berorganisasi. Dengan adanya penerapan undang-undang ini, pemerintah Orde Baru beranggapan bahwa penerapan Pancasila sebagai asas tunggal dapat mengurangi potensi perpecahan di masyarakat, sehingga dapat menciptakan stabilitas negara untuk melakukan pengamanan terhadap pembangunan nasional. (Achmad, 2008:374-375)
Namun rupanya penetapan undang-undang ini tidak diterima oleh sebagian kelompok masyarakat. Salah satu kelompok pergerakan politik Islam yang menolak penetapan undang-undang ini adalah Darul Islam (yang pada waktu itu disebut Komando Jihad). Mereka bersikukuh mendirikan negara Islam dan menganggap bahwa pengakuan terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara adalah sebuah bentuk kemusyrikan. Hal ini menyebabkan adanya perlawanan terhadap pemerintah yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam.
Pemahaman Agama
Kontribusi pemahaman agama terhadap aksi teror ini mungkin didasari adanya sikap ghuluw dalam pemahaman agama. Ghuluw seringkali muncul dari seseorang yang selalu semangat mengamalkan ajaran agama tapi minim ilmu. Belum mempelajari Al-Qur’an dan hadis secara menyeluruh namun cepat menyimpulkan suatu hukum berdasarkan kecakapan ilmu yang minim tersebut.
Nah, kelompok-kelompok terorisme ini sebenarnya muncul karena sikap ghuluw mereka terhadap pemahaman ajaran agama. Mereka lebih sering menggunakan ayat-ayat mutasyabihat dan tidak mampu mengkompromikan diantara beberapa dalil. Mereka menganggap bahwa membunuh non muslim merupakan jihad terbesar yang pahalanya adalah mendapatkan 70 bidadari di surga kelak. Padahal sejatinya jihad terbesar adalah ketika kita bisa melawan hawa nafsu kita.
Mengenai beberapa aksi bom bunuh diri ini sikap yang seharusnya kita tunjukkan adalah menunjukkan kepada dunia bahwa terorisme bukanlah bagian dari Islam. Mereka yang melakukan aksi terorisme dengan membawa nama agama Islam adalah mereka yang telah keblinger dalam mempelajari ajaran agama Islam. Kita sebagai muslim hendaknya menunjukkan kepada dunia bahwa Islam ini adalah agama yang indah, agama yang didalamnya terdapat kedamaian.
Islam tidaklah se-ekstrem yang ditunjukkan oleh para teroris. Islam adalah agama yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Islam mengajarkan kita untuk saling menyayangi dan menghormati sesama makhluk. Wahai para teroris, jihad yang kalian lakukan itu bukanlah jihad yang kurindukan. Jihad yang tak dirindukan!
Oleh Izza Luthfiyani, Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Pekalongan
Subcribe untuk berlangganan artikel selanjutnya.