Pekalongan- Pada hari kamis 21 Desember 2023 bertempat di aula MWC NU Kajen, diadakan Haul Gus Dur yang ke 14. Acara tersebut diinisiasi oleh Come-So (community college for social transformation), yang dikomandoi oleh Aenurrofik. Kegiatan tersebut sekaligus launching memperkenalkan komunitas di tengah masyarakat. “Kita merupakan orang yang terinspirasi oleh nilai dan pemikiran Gus Dur. Tema kegiatan kita adalah bersama melakukan pemberdayaan inklusif untuk perubahan sosial. Dalam bahasa Jawa Come-So itu ya Kampong karo Deso, itu fokus kita”, jelas Aenurrofik.
Acara diawali dengan do’a bersama dipimpin oleh ketua FKUB Kota Pekalongan, KH Ahmad Marzuki. Do’a juga dibersamai oleh perwakilan agama kristen, katolik, Hindu, Budha, Konghuchu dan penghayat kepercayaan. Hal itu merupakan wujud masyarakat lintas agama atas kecintaan kepada Gus Dur. Lantunan do’a teriring khusu’ dan penuh hikmat.
Dalam kegiatan tersebut juga diadakan dialog bersama dipandu Ade Gunawan, yang juga inisiator Come-So. Dialog diawali dengan pengenalan para pendiri Come-So. “Selain Mas Aenurrofik, dan saya sendiri, ada juga Mas Abdul Hamid, Mas Arif Kurniawan, Mas Syamsuddin, dan Mas Tsalis Syaifuddin”, paparnya.
Dialog diawali paparan dari Seknas Gusdurian, Aulia Rahman. “Kita banyak yang belum tahu sisi Gus Dur selain seorang presiden dan ketua umum PBNU. Bahwa beliau aktifis penggerak di dalam pemberdayaan masyarakat. Maka, sangat relevan Come-So hadir dengan spirit tersebut”, tuturnya.
Selain itu juga ada akademisi dari UIN Gus Dur, Prof Muhlisin. Dalam dialog tersebut, dia menyampaikan pentingnya meneladani proses intelektual seorang Gus Dur. “Gus Dur itu seorang pembaca buku sejak dari kecil, dia melahap banyak bacaan. Artinya, Gus Dur semangat belajarnya sangat tinggi. Karya bukunya luar biasa banyak, dan dibaca banyak kalangan. Walaupun beliau tidak bergelar Profesor”, kelakarnya.
Dalam dialog tersebut juga diisi oleh perwakilan tokoh lintas agama dari Katolik, Bonifasius Denny Yuswanto. Dalam kesempatan tersebut, Deni mengajak audiens untuk mengingat bahwa perjuangan Gus Dur tidak mudah dan tanpa resiko. Termasuk ketika tragedi politik pelengseran dari kursi kepresidenan, itu karena memperjuangkan prinsip dan nilai kemanusiaan. “Biarpun begitu, Gus Dur tidak pernah dendam dengan lawan-lawan politiknya sekalipun”, tegasnya.
Ribut Achwandi Budayawan Kota Pekalongan juga hadir mengisi dialog dengan refleksi tentang dibalik penggunaan kalimat Gus Dur “Gitu aja kok repot”. Ribut menjelaskan, bahwa pilihan kalimat tersebut sarat dengan nilai dan isi, karena Gus Dur memiliki kemampuan dan pemahaman atas masalah realitas yang ada di Masyarakat. Dalam acara tersebut, Ribut juga membacakan puisi khusus berjudul “Membaca Gus Dur”. Gemuruh tepuk tangan terdengar seluruh ruangan atas puisi itu.
Kegiatan berjalan cair dan gayeng, banyak audiens yang antusias merespon dan saling menanggapi dialog tersebut. Hadir banyak komunitas dalam acara tersebut, ada dari Among Roso, Santri, pegiat desa, PMII, HMI, Gusdurian, Lakpesdam, dan ratusan masyarakat umum memenuhi ruangan MWC NU Kajen. Kegiatan diakhiri dengan menyanyikan lagu padamu negeri, kemudian ditutup dengan foto bersama dan saling ramah tamah.
Aktivisme Gus Dur dalam pemberdayaan masyarakat menegaskan bahwa ia telah menanamkan kesadaran melakukan pengabdian kepada masyarakat secara kultural. Dari Gus Dur kita belajar, bahwa kemanusiaan adalah pondasi utama mewujudkan harmoni sosial yang paripurna. Ya, Gus Dur adalah “profesor pemberdayaan masyarakat” yang mengayomi hak-hak kemanusiaan lintas iman. (TS-ed-AKM)
Subcribe untuk berlangganan artikel selanjutnya.